PENDAHULUAN
Ternak
unggas merupakan suatu kelompok hewan spesies aves yang memberikan keuntungan ekonomis bagi manusia yang
memeliharanya. Unggas digolongkan menjadi unggas air dan unggas darat. Jenis-jenis unggas Antara lain ayam,
itik, angsa, kalkun, puyuh, merpati, swan,
pea fowl dan pheasant. Setiap jenis unggas mempunyai anatomi dan karateristik
yang berbeda – beda. Faktor yang mempengaruhi anatomi dan fisiologi
unggas adalah genetis, lingkungan dan pakan. Pakan yang berpengaruh terutama
adalah ransum yang merupakan campuran dua atau lebih bahan pakan yang disusun
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi unggas dalam waktu 24 jam.
Tujuan praktikum Produksi Ternak Unggas untuk mengenal berbagai jenis
unggas sesuai dengan tipe dan karakteristiknya, mengetahui perbedaan dan
karakteristik spesifik yang melekat pada unggas jantan dan betina baik unggas
darat maupun air, mengetahui anatomi ternak unggas baik bentuk maupun letaknya
dan proses fisiologisnya, mengenali dan mengidentifikasi beberapa jenis penyakit
unggas serta mengetahui cara menyusun ransum pakan unggas. Manfaat yang dapat diambil dari praktikum
Produksi Ternak Unggas adalah agar pratikan memperoleh informasi tentang
berbagai jenis unggas sesuai dengan tipe dan karakteristiknya, mengetahui anatomi unggas serta dapat mengidentifikasi
penyakit pada unggas dan mengetahui cara menyusun ransum untuk unggas yang
berkualitas dan murah.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak
Unggas
2.1.1. Klasifiasi secara Internasional
Menurut The American Standart of
Perfection unggas khususnya ayam dikelompokkan berdasarkan ras, bangsa,
varietas, dan strain. Menurut buku standart terdapat 12 kelas namun hanya 4
yang harus kita ketahui yaitu kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Asia dan kelas
Mediterania (Suprijatna et al., 2005).
Kelas ayam yang menghasilkan bangsa (breed)
modern antara lain Kelas Asia, Kelas Amerika, Kelas Inggris, Kelas Inggris,
Kelas Hamburg, Kelas Mediteran, Kelas Kontinental, Kelas Orientl, Kelas Games
and Game Bantam, Kelas Polish, Kelas Ornamental Batam, dan Kelas Miscellanious
(Yuwanta, 2014).
2.1.1.1. Kelas Inggris, Ayam kelas Inggris merupakan sekelompok ayam banyak
berkembang di Inggris dan memiliki karakteristik bentuk tubuh besar, warna
cuping merah, kulit putih, kerabang telur coklat kekuningan, dan bulu merapat
ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). Ciri spesifik ayam Inggris adalah berbadan besar dan daging
baik, kulit berwarna putih, kecuali Cornish mempunyai kulit kuning, cuping
berwarna merah dan memiliki sifat mengeram (Yuwanta, 2014).
2.1.1.2. Kelas Amerika, Ciri-ciri ayam kelas Amerika antara lain bentuk
tubuhnya sedang, warna cuping telinga merah, bulu mengembang, serta berkulit
putih (Suprijatna et al., 2005). Ayam kelas Amerika dikembangkan untuk
tujuan Dwiguna yang mempunyai ciri-ciri kulit berwarna kuning, cakar kaki
tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna merah (Rahayu et al., 2013).
2.1.1.3.
Kelas Asia, karakteristik
dari kelas Asia diantaranya bertubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping
berwarna merah, dan kerabang telur berwarna putih (Suprijatna et al., 2005). Tanda pesifik ayam Asia badan
besar, cakar berbulu, kaki dan paruh berwarna kunig, cuping berwarna putih
(Rahayu et al., 2013).
2.1.1.4. Kelas Mediterania, karakteristik kelas mediterania adalah memiliki bulu mengembang, cuping
telinga berwarna putih, bentuk tubuh ramping, warna kulit, putih, kerabang
telur berwarna putih (Suprijatna et al., 2005). Tanda spesifik ayam
kelas Mediterania adalah badan lebih kecil, produksi telur tinggi, tidak mengeram, kaki tidak berbulu (Rahayu
et al., 2013).
2.1.2. Klasifikasi bersadarkan tujuan pemeliharaan
Unggas
dibagi berdasarkan tujuan
pemeliharaan dan kemampuan
dari unggas untuk berproduksi. Unggas
yang mempunyai daging yang banyak tergolong unggas produksi sedangkan pada untuk unggas tipe fancy dilihat dari bentuk penampilannya
(Rasyaf, 2008). Pada unggas tipe dwiguna, dapat memproduksi daging dan telur.
Produksi daginga pada unggas pedaging lebih rendah, sedangkan produksi telur
juga lebih rendah dibandingkan unggas tipe petelur (Yuwanta, 2014).
2.1.3. Unggas darat
2.1.3.4. Ayam, Bagian
organ ayam yang tampak dari luar terdiri dari bagian kepala, leher, tubuh
bagian depan, dan tubuh bagian belakang. Dibagian kepala terdapat paruh
jengger, cuping dan pial. Ayam secara umum memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai
cakar dengan empat jari dan satu jalu, memiliki paruh,
memiliki jengger dan cuping (Suprijatna et
al., 2005). Perbedaan ayam jantan dan ayam betina terlihat pada ayam
jantan memiliki badan lebih besar, padat dan tinggi, jengger tumbuh lebih
tegas, besar, bergerigi jelas, kaki lebih besar, kuat, dan kokoh, ayam betina
memiliki badan yang pendek, jengger pendek dan tipis, serta kaki yang pendek
dan kecil (Kholis dan Sitanggang, 2008).
2.1.3.2. Puyuh, Puyuh merupakan unggas darat yang
memiliki dual purpose, puyuh
merupakan unggas penghasil telur terbesar kedua setelah ayam ras petelur,
daging puyuh juga potensial untuk dikembangkan, karena memiliki kandungan gizi
tinggi dan dapat dijadikan sumber protein hewani (Wuryadi, 2013). Ciri-ciri
puyuh jantan antara lain kepala berwarna cokelat gelap dan rahang bawah gelap,
bulu dada kuning polos, dubur dan anus terdapat tonjolan berwarna merah. Pada
puyuh betina, kepala memiliki warna coklat terang dan rahang bawah putih,
terdapat bercak hitam atau coklat pada bulu (Sugiharto, 2005).
2.1.4. Unggas air
Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls)
yang termasuk dalam kelas : Aves, ordo :Anseriformes, famili : Anatidae,
sub famili : Anatinae, tribus : Anatini, genus : Anas.
Atas dasar umur dan jenis kelaminnya itik dibedakan satu sama lain dengan nama
yang berbeda-beda. Duck adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak
melihat umur maupun jenis kelaminnya. Duck juga mempunyai arti itik
dewasa betina. Drake adalah itik jantan dewasa, sedangkan drakel atau
drakeling berarti itik jantan muda. Duckling adalah sebutan untuk
itik betina, atau itik yang baru menetas (Day Old Duck = DOD). Itik
jantan atau betina muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada umur 7 sampai
10 minggu, lazim disebut green duck (Srigandono, 1997 dalam Triyastuti,
2005). Itik mempunyai ciri spesifik yaitu mempunyai kaki yang lebih pendek
dibanding dengan tubuhnya, mempunyai selaput pada kaki yang menghubungkan
ketiga jarinya, serta mempunyai bulu yang tebal dan berminyak sehingga dapat
menghalangi masuknya air ketika berada di dalam air (Suharno dan Amri, 2010).
2.2. Anatomi
dan Identifikasi Ternak Unggas
2.2.1. Sistem
Pencernaan Unggas
Sistem pencernaan terdiri dari
dua saluran pencernaan dan organ asesori. Saluran pencernaan merupakan organ
yang menghubungkan proses metabolik di dalam
tubuh. Saluran pencernaan unggas terdiri dari mulut, esophagus, crop,
proventrikulus, ventrikulus, usus 12 jari, usus halus, ceca, rectum dan
kloaka. Sedangkan organ akseesori
terdiri dari pankreas dan hati (Suprijatna et al., 2005). Sistem pencernaan unggas terdiri
atas saluran pencernaan dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses
perombakan bahan makanan, baik secara fisik maupun secara kimia menjadi zat-zat
makanan yang mudah diserap oleh dinding saluran pencernaan (Rasyaf, 1998 dalam
Zainuddin et al., 2014). Sistem
pencernaan unggas berbeda dengan sistem pencernaan ternak mamalia atau ternak
ruminansia, karena pada unggas tidak memiliki gigi untuk melumat makanan,
melainkan langsung di telan (Zainuddin et
al, 2014).
2.2.1.1. Paruh, paruh itik terdiri atas paruh dan ruang paruh serta lidah. Ransum yang
masuk oleh pergerakan lidah didorong masuk ke dalam pharynx, yang kemudian
ditelan. Ransum ditelan dengan bantuan alat penyaringan yang berupa lamella
pararel (Srigandono, 1997 dalam Triyastuti 2005). Unggas tidak memiliki lidah, pipi dan gigi. Langit-langitnya lunak, tetapi
memiliki rahang atas dan bawah yang menulang untuk menutup mulut. Rahang atas
melekat pada tulang tengkorak dan yang bawah bergelantung. Kedua rahang
berhunungan sebagai paruh. Lidah berbentuk sepeti pisau yang memiliki permukaan
kasar di bagian belakang untuk membantu mendorong makanan ke esophagus. Di
dalam mulut terdapat saliva yang disekresikan oleh kelenjar di mulut dengan
bantuan enzim amilase (Suprijatna et al.,
2005).
2.2.1.1. Esophagus, merupakan kerongkongan berupa pipa tempat pakan melalui saluran ini dari bagian
belakang mulut \ke proventrikulus (Suprijatna et al., 2008). Esophagus, ransum masuk ke esophagus semata-mata oleh adanya gravitasi (gaya
berat) ransum dan karena tekanan yang lebih rendah di dalam ruang esophagus
oleh leher yang dijulurkan ke atas. Demikian juga halnya dengan proses menelan
air (Srigandono, 1997 dalam Triyastuti 2005).
2.2.1.3. Tembolok (Crop), merupakan pelebaran
dari dinding esophagus, pada itik dan unggas air pada umumnya, crop tidak berkembang
sempurna, tidak seperti pada ayam atau burung-burung pemakan rumput. Crop berfungsi
sebagai penampung sementara bagi ransum (Srigandono, 1997 dalam Triyastuti
2005). Sebelum kerongkongan memasuki
rongga tubuh, ada bagian yang melebar di salah satu sisinya menjadi kantong
yang dikenal sebagai crop (tembolok).
Tembolok berperan sebagai tempat penyimpanan pakan. Sedikit atau bahkan tidak
ada proses pencernaan di sini, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut
yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Suprijatna et al., 2008). Tembolok bebek memiliki perbedaan bentuk dengan tembolok ayam. Tembolok
bebek sangat tipis dan tidak mempunyai batas yang nyata, sedangkan tembolok
ayam berbentuk kantung dengan batas yang nyata. Perbedaan bentuk diduga ada
hubungannya dengan konsistensi makanan yang dimakan. Bebek menyukai jenis
makanan yang banyak menyerap air. Tembolok ayam memiliki dinding yang keras,
kuat, dan tebal (Rasyaf, 1998 daam Zainuddin et al., 2014).
2.2.1.4. Proventrikulus, adalah suatu pelebaran dari kerongkongan sebelum
berhubungan dengan gizzard (empedal).
Di proventrikulus nantinya akan diproduksi gastric
juice (Suprijatna et al., 2005). Proventrikulus
disbut juga sebagai lambung kelenjar (Anggorodi, 1995 dalam Hapsari, 2010).
2.2.1.5. Ventrikulus, disebut juga sebagai gizzard mengandung material yang bersifat
menggiling, seperti grit, karang dan
batu kerikil. Partikel pakan segera digiling menjadi partikel kecil yang mampu
melalui saluran usus. Material halus akan masuk ke gizzard dan keluar lagi dalam beberapa menit, tetapi pakan berupa
material kasar akan tetap tinggal di gizzard untuk beberapa jam mengalami pencernaan mekanik (Suprijatna et
al., 2005). Fungsi utama empedal adalah untuk menghancurkan dan
menggiling pakan kasar, atau didalam empeda terjadi proses pencernaan secara
mekanik (Anggorodi, 1995 dalam Hapsari, 2010).
2.2.1.6. Duodenum, pakan
mengalami proses pencernaan lebih lanjut di duodenum dengan bantuan kelenjar
pankreas yang mensekresikan enzim pencernaan yaitu enzim pankreatin (Rahayu et al., 2013). Dinding duodenum akan
mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan pH zat pakan yang masuk, selain itu
duodenum merupakan pusat terjadinya lipolisis dalam tubuh (Anggorodi, 1995
dalam Darmawan, 2008). Duodenum merupakan bagian pertama dari usus halus,
dimana terdapat pencampuran cyme dengan
enzim pencernaan dari dalam kelenjar pencernaan (Reece, 2013).
2.2.1.7. Jejeunum, merupakan
tempat terjadinya penyerapan nutrien terbesar dalam tubuh ternak unggas
(Anggorodi, 1995 dalam Darmawan, 2008). Jejunum merupakan bagian terpanjang
dari usus halus yang mensekresikan mukosa dan submukosa lebuh banyak daripada
bagian yang lain (Frandson et al., 2009).
2.2.1.8. Ileum, merupakan bagian dari usus halus yang didlamanya terdapat mikroba
(Anggorodi, 1995 dalam Darmawan, 2008). Ileum merupakan bagian terpendek dari
usus halus (Frandson et al., 2009).
2.2.1.6. Seka, Pada unggas
dewasa yang sehat, seka berisi pakan lembut yang keluar masuk. Akan tetapi,
tidak ada bukti mengenai peran serta dalam pencernaan. Hanya sedikit air
diserap, sedikit karbohidrat dan protein dicerna berkat bantuan beberapa bakteri
atau mikroorganisme (Suprijatna et al., 2005). Mikroba yang
ada didalam seka pada umumnya mampu berkembang karena pH
dan temperatur seka
mendukung perkembangan bakteri (Mangisah et al., 2007).
2.2.1.7. Usus besar (rektum), pada itik, panjangnya hanya sekitar 10 cm dengan
diameter sekitar dua kali usus halus. Bentuknya melebar dan terdapat pada
bagian akhir usus halus ke kloaka (Suprijatna et al., 2005). Usus besar tidak
menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah kelenjar mukose.
Karenanya, tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan
pencernaan oleh enzim dari usus halus. Enzim yang dihasilkan oleh jasad renik
di usus besar dan sekum terdapat banyak kegiatan jasad renik. Jasad renik dalam
usus besar mensintesa banyak vitamin-vitamin B dan sebagian ada yang diabsorbsi
ke dalam tubuh, namun kebanyakan diekskresikan melalui feses, jadi sintesanya dalam
usus besar tidak penting bagi hewan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Tillman et
al., 1991 dalam Triyastuti, 2005).
2.2.1.8. Kloaka, berbentuk bulat, dan merupakan
saluran umum tempat saluran pencernaan, saluran urinaria dan reproduksi
bermuara (Suprijatna et al., 2005). Kloaka
berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan urin dan feses yang keduanya
disebut sebagai ekskreta ( Anggorodi, 1985 dalam Hapsari 2010).
2.2.1.9. Hati dan
pankreas, Pankreas merupakan suatu kelenjar yang berfungsi
sebagai kelenjar endokrin maupun sebagai kelenjar eksokrin. Sebagai kelenjar
endokrin, pankreas mensekresikan hormon insulin dan glukagon. Sementara sebagai
kelenjar eksokrin, pankreas mensekresikan cairan yang diperlukan bagi proses
pencernaan di dalam usus halus (Suprijatna et al., 2005). Pankreas mempunyai fungsi penting dalam pencernaan unggas seperti halnya
pada spesies lainnya. Pankreas menghasilkan getah yang mengandung enzim
amilolitik, lipolitik dan proteolitik yang memiliki fungsi masing-masing untuk
menghidrolisa pati, lemak, proteosa dan pepton (Anggorodi, 1985 dalam Hapsari
2010). Salah satu peranan terpenting dari
hati dalam pencernaan adalah menghasilkan cairan empedu yang disalurkan kedalam
duodenum melalui dua buah saluran.
Cairan tersebut tersimpan di dalam kantung empedu yang terletak di lobus kanan
hati (Akoso, 1998 dalam Darmawan, 2008).
2.2.2. Sistem respirasi unggas
2.2.2.1. Laring,
merupakan organ respirasi unggas yang terletak didepan trakea, dimana laring inilah yang
akan menghubungkan udara yang dihirup oleh ternak yang masuk dari lubang hidung ternak menuju
ke trakea (Suprijatna et al., 2005).
Laring dikenal dengan sebutan pangkal tenggorokan, karena letaknya yang berada
di pangkal tenggorokan, laring akan mencegah bila ada makanan yang akan masuk
kedalam trakea (Rahayu et al., 2011).
Laring akan menutup jika ada makanan yang akan masuk ke oesphagus, sehingga tidak
ada makanan yang dapat masuk ke dalam paru-paru (Yudha, 2014).
2.2.2.2. Trakea,
(windpipe) dikenal batang tenggorokan merupakan orag respirasi pada ungags yang
terletak diantara laring dan bronkus, trakea inilah yang mengatur keluar
masuknya udara dari dank e paru-paru (Suprijatna et al., 2005). Fungsi trakea adalah untuk menyaring udara yang
masuk sebelum menuju ke paru-paru, trakea akan mennyalurkan udara yang masuk,
sehingga udara dapat sampai ke paru-paru (Rahayu et al., 2011).
2.2.2.3. Bronkus,
merupakan percabangan dari tenggorokan yang menghubungkan trakea dengan
paru-paru, brokkus terdiri dari tulang rawan dan otot polos, dimana bronkus ini
tempat jalan raya pertukaran gas, dimana oksigen akan menuju paru-paru
sedangkan karbondioksida meninggalkan paru-paru (Rahayu et al., 2011). Bronkus ada 2 yaitu bronkus kanan yang menghubungkan
paru-paru kanan, sedangkan bronkus kiri yang menghubungkan paru-paru kiri (Suprijatna et al., 2005).
2.2.2.4. Paru-paru, organ respirasi yang digunakan sebagai tempat pertukaran gas O2 yang
diikat oleh darah (Rahayu et al.,
2011). Saat pertukaran oksigen paru-paru tidak ikut berkontraksi karena unggas
tidak memiliki diafragma seperti pada mamalia (Suprijatna et al., 2005). Paru-paru ayam berukuran kecil dan tidak dapat
mengembang, berjumlah sepasang dan terletak didalam rongga dada, setiap
paru-paru memiliki bronkus yang
setiap ujungnya menuju ke kantung kecil yang sering disebut dengan alveoli (Yudha, 2014).
2.2.3. Sistem reproduksi unggas jantan
Sisitem reproduksi unggas jantan
terdiri dari dua testis, yang letaknya di dorsal dekat dengan bagian akhir
anterior ginjal (Suprijanta et al., 2005). Menambahkan bahwa organ
reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, sepasang saluran diferens dan
kloaka (Yuwanta, 2014).
2.2.3.1. Testis
Testes merupakan organ reproduksi ungags yang berfungsi untuk
meghasilkan sperma, dimana testes yang baik dan normal akan menghasilkan sperma dengan kualitas yang baik, sehingga
memperoleh keturunan yang baik pula (Piraksa dan Bebas, 2009) Fungsi lain
dari testes adalah untuk perkembangan
ciri-ciri kelamin sekunder, dan pengaktifan organ serta pemasakan spermatozoa
dalam saluran epididimis (Isnaeni et al., 2009).
2.2.3.2. Vas deferens
Vas deferens merupakan organ eproduksi yang merupakan
pelebaran dari epididimis, didalam cav deferens sperma disimpan sebelum
diejakulasikan (Fadilah dan Polana, 2011). Vas deferens adalah saluran
reproduksi ternak jantan yang melekat disepanjang permukaan ginjal
yangberfungsi sebgai tempat penyimpanan spermatozoa sebelum diejakulasikan
(Johari et al., 2009)
2.2.3.3. Ureter
Ureter merupakan saluran yang
berfungsi menghubungkan spermatozoa dan urin yang akan disalurkan menuju kloaka
(frandson et al., 2009). Urin
yang telah melaluiproses filtrasi, reabsorbsi dan augmentasi didalam
ginjal, akan disalurkan menuju kloaka melalui saluran penghubung antara ginjal
dan kloaka yaitu ureter (Suprijatna et
al., 2008).
2.2.3.4. Kloaka
Kloaka terdapat ditiga bagian yang
disebut sebagai ring fold, yaitu bagian
kloaka yang membentuk lingkaran tersusun atas otot mukosa, bagian akhir dari
kolon yang disebut coprodeum, serta
bagian yang meluas yang disebut urodeum
(Frandson et al., 2009).
Kloaka pada unggas yang sehat memiliki ciri bersih, tampak besar, tidak ada
kotoran pada bulu sekitar anus dan terlihat seperti berminya pada pada kloaka
(Fadilah, 2013).
2.2.4. Sistem reproduksi unggas betina
Sistem reproduksi betina dimulai dari ovarium, oviduct
yang tersusun atas infundibulum, magnum dan isthmus, uterus, dan berakhir pada
saluran kloaka
(Frandson et al., 2009). Alat reproduksi unggas betina terdiri atas dua bagian, yaitu ovarium dan oviduct (Yuwanta, 2014). Organ reproduksi dapat dikatakan sebagai kelenjar endokrin, walaupun menghasilkan sel-sel benih (Suprijatna et al., 2005)
(Frandson et al., 2009). Alat reproduksi unggas betina terdiri atas dua bagian, yaitu ovarium dan oviduct (Yuwanta, 2014). Organ reproduksi dapat dikatakan sebagai kelenjar endokrin, walaupun menghasilkan sel-sel benih (Suprijatna et al., 2005)
2.2.4.1. Ovarium
Ovarium merupakan bagian utama organ reproduksi yang
berfungsi sebagai penghasil filikel atau ovum. Ovarium berbentuk seperti buah
anggur terletak pada rongga perut berdekatan ginjal sebelah kiri dan bergantung
pada ligamentum meso-ovarium
(Yuwanta, 2014).
Ovarium unggas sebelah kanan cenderung lebih
aktif dari pada ovarium sebelah kiri sehingga ovarium unggas sebelah kanan lebih besar dari pada ovarium sebelah kiri
(Salisbury, 1985 ; Putranto, 2011).
2.2.4.2. Oviduct
Sel
telur setelah diovulasi masuk ke dalam saluran reproduksi mulai dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina dan
kloaka (Ardiyanto et al., 2014).
Proses pembentukan telur, isthmus berhubungan dengan magnum yang terdapat pada
oviduct, uterus dan vagina berperan dalam pembentukan albumin atau putih telur
(Frandson et al., 2009). Isthmus
dalam reproduksi pembentukan telur berperan dalam sekresi membran cangkang yang
selanjutnya akan dikeluarkan melalui kloaka (Horhoruw, 2012).
2.2.4.3. Uterus
Uterus berfungsi untuk menghasilkan kelanjar kerabang dan
panjang berkisar dari 10 hingga 12 cm pada ayam yang sedang bertelur.
Telur yang sedang berkembang berada dalam uterus selama lebih
kurang 18 hingga 20 jam (Bell dan Weaver, 2002 ; Wulandari, 2010).
Pembentukan kerabang telur membutuhkan suplai ion kalsium yang cukup ke
kelenjar uterus. Keberadaan ion karbonat dalam kelenjar uterus dalam jumlah
yang cukup diperlukan untuk membentuk kalsium karbonat dalam kerabang telur
(Latifa, 2007).
2.2.4.4. Kloaka
Kloaka merupakan alat reproduksi yang berada dibagian paling
luar, selain sebagai oragan reproduksi, kloaka juga berfungsi sebagai organ
pencernaan dan organ urinari (Reece et
al., 2013). Kloaka pada unggas yang sehat memiliki ciri bersih, tampak
besar, tidak ada kotoran pada bulu sekitar anus dan terlihat seperti berminya
pada pada kloaka (Fadilah, 2013).
2.2.4. Sistem Urinari
Sistem urinari merupakan suatu sistem
pengeluaran cairan-cairan dari dalam tubuh
yang sudah tidak dibutuhkan yang dimulai dari ginjal, ureter dan kloaka
(Frandson et al., 2009).
Sistem urinari merupakan sistem yang membantu ternak dalam menjaga kondisi
homeostasis tubuh, karena dalam proses urinari terjadi proses pembuangan
sisa-sisa metabolisme serta membantu mengkontrol komposisi cairan dalam tubuh
(Reece et al, 2013).
2.2.4.1. Ginjal, ginjal merupakan organ ekskresi yang
terdiri dari jutaan bahkan ribuan unit fungsional yang disebut dengan nefron
(Frandson, 2009). Ginjal juga memiliki tubula proksimal dan distal semua
memberi kontribusi terhadap reabsorbsi, proses augmentasi terjadi dibagian
tubulus kontortus distal dari ginjal (Reece et
al., 2013). Ginjal memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan asam
yang basa serta membantu mempertahankan osmotik tubuh agar tetap seimbang
melalui proses pengeluaran urin (Suprijatna et
al., 2008)
2.2.4.2. Ureter, urin yang telah melalui proses filtrasi, reabsorbsi dan augmentasi didalam
ginjal, akan disalurkan menuju kloaka melalui saluran penghubung antara ginjal
dan kloaka yaitu ureter (Suprijatna et
al., 2008). Ureter mengirimkan urin menuju kloaka dimana
urin tersebut dihasilkan oleh ginjal pada ternak unggas (Reece et al., 2013).
2.2.4.3. Kloaka, urin unggas yang berasal dari kloaka
bersamaan dengan asam urat yang bercampur feses yang disebut dengan ekskreta
yang memiliki warna putih (Suprijatna et
al., 2008). didalam kloaka terdapat epithel yang fungsinya sebagai
penyerapan kembali air yang terkandung dalam feses maupun urin sebagai cara
penghematan air yang ada didalam tubuh ternak (Reece et al., 2013).
2.2.5
Identifikasi Penyakit Unggas
Itik yang sehat mempunyai kepala
yang bersih, segar, ukuran badan normal, kaki kuat, sayap mengatup simetris
pada tubuh dan aktif (Suharno dan Amri, 2010). Itik yang sehat dapa dilihat
dari mata yang cerah dan bersinar, terlihat aktif dan lincah, bulunya mengilap
dan halus, serta tubuh yang tegak dan ramping (Wakhid, 2013).
2.2.5.1. AI
(Avian Influenza), identifikasi
penyakit AI dapat diketahui dari jengger yang berwarna biru, kepala bengkok,
borok pada kaki, tingginya suhu tubuh dan kematian yang mendadak (Anang dan
Suharyanto, 2007). Pencegahan AI dapat dilakukan dengan memusnahkan unggas yang
terinfeksi, melakukan karantina, melakukan defisiensi lokasi peternakan,
mengamati pergerakan hewan dan biosekuriti yang tepat (Akoso, 2007).
2.2.5.2.
Tetelo (New Disease), ND adalah
penyakit menular pada pernafasan yang sangat berpengaruh dengan sistim saraf,
ND dapat menyerang ayam dengan mudah ketika musim pancaroba dan menyebabkan
kematian yang tinggi (Anang dan Suharyanto, 2007). Penyakit tetelo atau ND
disebabkan oleh virus Paramixovirus
yang mudah meular dan menimbulkan gejala gangguan pencernaan, pernafasan dan
syaraf. Penanganannya dapat dilakukan dengan vaksin aktif maupun pasif pada berbagai
tingkatan umur ayam. Munculnya penyakit ND dapat disebabkan dari tata laksana
peternakan, kualitas vaksin yang bervariasi dan variasi patotipe virus yang
bersikulasi di lapangan (Wibowo et al.,
2012).
2.2.5.3.
SNOT (Coryza), Corryza merupakan penyakit pilek pada
unggas yang disebabkan oleh bakteri Hermophilus
gallinarum. Perubahan cuaca yang terjadi juga dapat memicu unggas terkena
penyakit coryza (Supriyadi, 2010).
Penyakit coryza merupakan penyakit
menular yang mengganggu saluran pernafasan dan menyerang unggas terutama ayam
yang sedang dalam pertumbuhan, gejalanya adalah keluarnya lendir dari sinus
hidung dan mulut, kepala bagian depan bengkak, menurunnya nafsu makan dan diare
(Ariyanti dan Supar 2007).
2.2.5.4.
Duck Cholera, Penyakit kolera disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida yang menular
melalui pakan, minum, peralatan kandang, petugas kandang, tanah maupun hewan
pengerat atau burung liar. Gejala klinis dari unggas adalah terlihat lemas,
lesu, nafsu makan menurun, muka, jengger dan pial yang bengkak (Zainuddin,
2014). Pengobatan pada penyakit kolera dengan mengkarantina ternak yang
terjangkit penyakit dan memberikan obat Medoxy, Kanamin atau Coliquin sesuai
dosis (Mito dan Johan, 2011).
2.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
Formulasi ransum merupakan suatu usaha
untuk menyusun suatu ransum yang akan diberikan kepada seekor ternak, yang
terdiri dari berbagai macam bahan pakan dengan komposisi yang berbeda-beda
(Retnani et al.,2011). Formulasi ransum harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak,
sehingga ternak dapat melakukan produktivitas dengan baik, contoh metode
formulasi ransum yang dapat digunakan adalah metode formulasi ransum trial and error ( metode coba-coba)
(Retnani et al., 2011) .
2.3.1. Pengertian ransum
Ransum merupakan kumpulan bahan-bahan pakan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak, baik produksi, pertumbuhan maupun
reproduksi ternak, dimana ransum yag
disusun harus menggunakan biaya sehemat mungkin (Retnani et al., 2011). Konsumsi ransum yang tinggi, maka konsumsi protein
juga tinggi, begitu juga sebaliknya jika konsumsi rendah maka konsumsi juga
rendah karena dalam ransum terdapat kandungan protein yang cukup tinggi. Ransum
merupakan campuran dari beberapa bahan makanan yang dicampur secara homogen
(Widyawati dan Zuriati, 2009).
2.3.2. Kebutuhan nutrisi ternak unggas
Pakan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan
produktivitas ternak. Pakan juga memegang kendali pengeluaran biaya terbesar
pada usaha peternakan karena hampir lebih dari 50% biaya digunakan untuk pakan.
Peternak membutuhkan analisis kebutuhan nutrisi ternak untuk membantu
menyiapkan ransum yang sesuai agar dapat meminimalisir biaya pakan tetapi
kebutuhan hidup pokok dan produktivitas ternak tidak terganggu. Kebutuhan pakan
ternak unggas berbeda-beda tergantung fase pertumbuhan unggas itu sendiri
(Wakhid, 2010). Kandungan nutrisi dalam ransum yang paling penting adalah
protein dan energi metabolisme. Mineral dan vitamin juga penting karena
dibutuhkan oleh tubuh tetapi diberikan dalam jumlah sedikit dalam ransum pakan
(Supriyadi, 2014).
2.3.3. Jenis-jenis bahan pakan
2.3.3.1. Jagung,
merupakan bahan pakan sumber energi untuk ternak unggas, dimana penggunaan jagung dalam ransum sampai 50%,
namun kebutuhan jagung untuk pakan ternak sekarang kondisinya bersaing dengan
kebutuhan konsumsi manusai (Nelwida, 2009). Jagung memiliki enerrgi metabolisme yang cukup tinggi yaitu
sebesar 3.370 kkal/kg, sedangkan kandungan protein kasarnya sebesar 7,36%,
kandungan air nya sebesar 16,81%, kadar abu sebsar 0,97%, kadar lemak kasar
2,83%, dan kadar serat kasar sebesar 4,81% (Irawan et al., 2012).
2.3.3.2. Bekatul, merupakan bahan yang berasal dari
sisa penggilingan padi yang dalam kering udara mengandung energi metabolis
sebesar 2860 kkal/kg, protein kasar sebesar 10,55%, air sebesar 11,45%, lemak
kasar sebesar 14,07% dan serat kasar sebesar 28,7% (Irawan et al., 2012). Bekatul merupakan bahan pakan sumber energi sebagai
sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri yang dapat menghasilkan enzim khususnya
bakteri selulotik (Ayu et al.,
2012).
2.3.3.3. Bungkil kedelai, merupakan bahan pakan sumber protein bertekstur kasar dan
berwarna kecoklatan. Bungkil kedelai biasanya digunakan sebagai bahan campuran
pakan unggas, dengan kadar protein dapat mencapai 50% (Uhi, 2006). Bungkil
kedelai memiliki kandungan protein kasar sebesar 44,15%, sedangkan air 12,43%,
lemak kasar 2,43% dan serat kasar sebesar 2,27%, bungkil kedelai diambil dari
kedelai yang telah diambil minyaknya (Irawan et al., 2012)
2.3.3.4. Tepung ikan, merupakan bahan pakan sumber
protein yang berasal dari limbah ikan, dimana tepung ikan ini berbau amis, dan
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 60,67%, lemak kasar
sebesar 8,20% dan serat kasar sebsar 6,03% (Irawan et al., 2012). Tepung ikan mengandung kalsium dan fosfor yang
sangat dibutuhkan oleh itik petelur. Energi metabolisme tepung ikan antara 2640
– 3190 kkal/kg. Penggunaan tepung ikan dalam ransum sebesar 4 – 8% dari total
formula ransum yang
diformulasikan (Suharno dan Amri 2010).
2.3.3.5. MBM, merupakan kepanjangan dari Meat Bone Meal atau tepung daging
beserta tulangnya, MBM meruapakan pakan sumber protein yangberasal dari hewan
dimana MBM ini dapat menyumbang kandungan Ca dan P yang cukup tinggi, dan dapat
digunakan sampai 7% dalam ransum (Margi, 2013). MBM memiliki energi metabolis
sebesar 1.985 kkal/kg, protein kasar sebesar 50%, lemak kasar sebesar 10%, dan
serat kasar 2,5% (Wuryadi, 2013).
2.3.3.6. PMM, merupakan bahan pakan sumber
protein yang memiliki kandungan energi
metabolis sebesar 2679 kkal/kg, protein kasar sebesar 50,41%, lemak kasar
sebesar 7,02% dan serat kasar sebesar 6,37%, PMM kepanjangan dari (Poultry Meat
Meal), berasal daging ayam (Irawan et al.,
2012). PMM merupakan pakan sumber protein,
dengan kandungan protein sebesar 60%, dan energy metabolis sebesar 2.390
kkal/kg (Yaman, 2010). Protein Meat meal
berbentuk tepung (mash), dengan
tekstur halus (Nastiti, 2012).
2.3.3.7. Premix, merupakan bahan pakan sumber
mineral yang berfungsi untuk memelihara kesehatan tubuh. Premix berbentuk
tepung dan berwarna agak kekuningan. Penggunaan premix dalam ransum sangat
dibatasi dengan jumlah maksimal sebesar 1% (Santa, 2005). Premix merupakan bahan pakan yang memilki kandungan kalsium sebesar
5,38% dan posfor sebesar 1,14% (Noferdiman, 2012).
2.3.4. Metode penyusunan ransum
Penyusunan
ransum adalah menyamakan kebutuhan nutrisi unggas dengan kandungan nutrisi
dalam bahan pakan (Rasyaf, 2008). Terdapat tiga hal penting dalam menyusun
ransum ayam yaitu menghitung nutrisi, teknik pencampuran bahan pakan, dan
menyimpan bahan baku pakan (Sudarmono, 2007). Cara penyusunan bahan pakan
adalah bahan pakan yang memiliki komposisi paling besar diletakkan dibawah
setelah itu dihomogenkan dengan bahan pakan yang komposisinya mulai paling
besar hingga paling rendah secara berurutan.
2.3.4.1. Metode pearson
square, metode ini
berpegang pada empat sudut dari segi empat, operasi perhitungan yang digunakan
adalah pertambahan dan pengurangan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan jumlah campuran bahan pakan dengan perhitungan sederhana atau
campuran pakan terdiri dari empat bahan (Kartadisastra, 2002). Metode pearson
square dapat menentukan jumlah bahan pakan yang dibutuhkan, sekaligus
menegetahui kandungan atau kualitas nutrisi pakan campuran. Metode ini mudah
digunakan untuk menyeimbangkan perbandingan antar bahan pakan (Flanders dan
Gillespie, 2015).
2.3.4.2. Metode trial and
error, yang menjadi
dasar dari metode ini adalah menentukan bahan makanan yang akan digunakan
kemudian mencoba-coba atau diduga-duga presentase tiap bahan dan kandungan
nutrisinya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Metode trial and
error adalah cara yang lazim digunakan peternak untuk menyusun ransum (Darmana
dan Sitanggang, 2004). Bila hasil perhitungan tidak sesuai, maka kadar
pemakaian bahan pakan dimanipulasi hingga mendapatkan hasil perhitungan yang
mendekati kebutuhan nutrisi tersebut. Metode ini biasa digunakan untuk
menghasilkan formulasi pakan lengkap dengan memperhitungkan beberapa nutrien
sebagai pakan pembatas (Suci, 2013).
MATERI DAN METODE
Praktikum Produksi Ternak Unggas
dengan materi Pengenalan Jenis, Anatomi dan Identifikasi Ternak Unggas dan Formulasi
Ransum dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 31 Maret dan 14 April 2015 pukul 07.00-09.00 WIB. Di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
3.1. Materi
3.1.1. Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
Materi yang digunakan untuk praktikum pengenalan jenis pada ternak unggas
yaitu buku praktikum dan alat tulis. Alat yang dipergunakan ialah media movie,slide power point, LCD proyektor
untuk menampilkan gambar-gambar unggas.
3.1.2. Anatomi dan identifikasi ternak unggas
Materi yang digunakan pada perktikum anatomi dan
identifikasi ternak ungags yaitu pisau/cutter
untuk untuk memotong dan memisahkan organ-organ yang diamati, meteran unuk
mengukur panjang dan lebar organ ternak, nampan sebagai tempat meletakan dan
mengamati ternak, timbangan untuk mengukur berat ternak dan organ yang diamati
serta alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
3.1.3. Formulasi
ransum
Alat yang digunakan pada praktikum formulasi ransum yaitu, berupa timbangan elektrik untuk
menimbang komposisi dari beberapa bahan pakan dan nampan sebagai tempat
pencampuran bahan pakan, alat tulis untuk menulis hasil praktikum dan kalkulator sebagai alat bantu
hitung. Bahan yang digunakan dalam praktikum Formulasi Ransum Unggas
menggunakan materi berupa jagung kuning (jagung giling), bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, PMM (Protein Meat Meal), MBM (Meat Bone Meal), dan Premix.
3.2. Metode
3.2.1. Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
Mengamati dan mendengarkan penjelasan yang disampaikan
oleh asisten, kemudian mengamati karakteristik eksterior masing-masing jenis
unggas darat dan unggas air. Selanjutnya mengklasifikasikan unggas yang telah
diamati tersebut berdasarkan sistem klasifikasi standar dan tujuan
pemeliharaanya. Mendeskripsikan
dan menyajikan
data pencatatan data-data yang perlu diambil sambil mencermati
perbedaan-perbedaan karakteristiknya.
3.2.2. Anatomi
dan identifikasi ternak unggas
Menimbang bobot hidup
ternak, kemudian menyembelihnya dengan menghitung waktu darah yang mengalir
sampai habis dan menimbang bobot darah. Sebelum membedah ternak melakukan
pengukuran terhadap bagian-bagian tubuh ternak dianjutkan membedah tenak
menggunakan pisau bedah, kemuddian ambil dan pisahkan organ pencernaan,
reproduksi, urinasi, dan pernapasan ternak kemudian menimbang tiap organ dan
mencatat haslnya.
3.2.3. Formulasi ransum ternak unggas
Menentukan standar kebutuhan ransum yang akan disusun. Menentukan bahan
pakan yang tersedia dan akan digunakan, dan melakukan pengecekan kandungan
bahan pakan tersebut dengan tabel komposisi nutrient
yang terkandung dalam masing-masing bahan pakan.Memformulasikan bahan pakan
yang tersedia tersebut sehingga memenuhi standar kebutuhan yang diharapkan baik
dari aspek tahapan produksi maupun bobot badanya dengan menggunakan metode trial error. Melakukan uji organoleptik terhadap bahan pakan yang
dipakai untuk memastikan keaslian dan kondisi bahan pakan.Melakukan pencampuran
bahan pakan sesuai dengan kebutuhan unggas. Mencatat hasil formulasi bahan
pakan yang diperoleh pada tabel hasil perhitungan formulasi bahan pakan
kegiatan praktikum yang telah disediakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak
Unggas
Unggas dibedakan
menjadi unggas darat dan air, dimana dari unggas tersebut dapat
diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemeliharaan menjadi unggas tipe pedaging,
tipe petelur, tipe dwiguna dan tipe fancy.
Rasyaf (2008) berpendapat bahwa unggas dibagi menurut tujuan pemeliharaan
berdasarkan kemampuan dari unggas tersebut dalam produksinya. Unggas juga diklasifikasi
berdasarkann asalnya. Menurut Yuwanta (2014), banyak klasifikasi unggas berdasarkan tempat asal
di dunia, namun hanya beberapa saja yang terkenal. Klasifikasi tersebut seperti
kelas Asia, kelas Amerika, kelas Inggris dan kelas Mediterania.
4.1.1 Klasifikasi unggas secara Internasional
Berdasarkan prektikum yang telah dilaksanakan
diperolah hasil bahwa Klasifikasi
unggas menurut The American Standart of Perfection dikelompokkan menurut ras,
bangsa, varietas dan strain. Terdapat 12 kelas namun hanya 4 kelas yang harus
diketahui yaitu Kelas Asia, Kelas Amerika, Kelas Inggris, dan Kelas
Mediterania. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa menurut The American Standart
of Perfection unggas khususnya ayam dikelompokkan berdasarkan ras, bangsa,
varietas, dan strain. Menurut buku standart terdapat 12 kelas namun hanya 4
yang harus kita ketahui yaitu kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Asia dan
kelas Mediterania. Menurut Yuwanta (2014)
yang menyatakan bahwa kelas ayam yang menghasilkan bangsa (breed) modern antara lain kelas Asia, kelas Amerika, kelas Inggris,
kelas Inggris, kelas Hamburg, kelas Mediterania, kelas Kontinental, kelas Orientl,
kelas Games and Game Bantam, kelas Polish, kelas Ornamental Batam, dan kelas Miscellanious.
|
|
|
|
Ayam Sussex
|
Ayam Orpington
|
Ilustrasi 1. Ayam Kelas Inggris
4.1.1.1. Ayam Kelas Inggris, merupakan sekelompok ayam yang dikembangkan di Inggris. Ayam kelas
Inggris mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, bulu
merapat ke tubuh, dan termasuk tipe pedaging. Contoh ayam kelas Inggris adalah Sussex, Cornish, Orpington, Australop, dan
Dorking. Suprijana et al. (2005) menyatakan bahwa ayam
kelas Inggris merupakan sekelompok ayam banyak berkembang di Inggris dan memiliki
karakteristik bentuk tubuh besar, warna cuping merah, kulit putih, kerabang
telur coklat kekuningan, dan bulu merapat ke tubuh. Yuwanta (2014) menyatakan bahwa cirri
spesifik ayam Inggris adalah berbadan besar dan daging baik, kulit berwarna
putih, kecuali Cornish mempunyai
kulit kuning, cuping berwarna merah dan memiliki sifat mengeram.
|
|
|
|
Ayam Playmouth
|
Ayam New Hampshire
|
Ilustrasi 2. Ayam Kelas Amerika
4.1.1.2. Ayam Kelas Amerika, merupakan sekelompok ayam yang dikembangkan di Amerika Serikat. Ayam
kelas Amerika memiliki ciri-ciri bentuk tubuh sedang, cuping telinga berwarna
merah, bulu mengembang, terkenal sebagai tipe dwiguna. Contoh kelas Amerika
adalah New Hampshire, Jersey, Rhode
Island Red, Plymouth Rock. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa
ciri-ciri ayam kelas amerika antara lain bentuk tubuhnya sedang, warna cuping
telinga merah, bulu mengembang, serta berkulit putih. Rahayu et al. (2013) menyatakan bahwa ayam kelas Amerika dikembangkan untuk tujuan
Dwiguna yang mempunyai ciri-ciri kulit berwarna kuning, cakar kaki tidak
berbulu, cuping daun telinga berwarna merah.
|
|
|
|
Ayam Langshan
|
Ayam Brahma
|
Ilustrasi 3. Ayam Kelas Asia
4.1.1.3. Ayam Kelas Asia, merupakan sekelompok ayam yang
dikembangkan di wilayah Asia. Ayam kelas Asia memiliki ciri-ciri bentuk tubuh
besar, bulu merapat ke tubuh, cakar berbulu, kulit berwarna putih sampai gelap,
dan merupakan tipe pedaging. Suprijatna et
al. (2005) bahwa karakteristik dari kelas Asia diantaranya bertubuh besar,
bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah, dan kerabang telur berwarna
putih. Rahayu et al. (2013) menyatakan bahwa tanda pesifik ayam
Asia badan besar, cakar berbulu, kaki dan paruh berwarna kunig, cuping berwarna
putih.
|
|
|
|
Ayam Leghorn
|
Ayam Minorca
|
Ilustrasi 4. Ayam Kelas Mediterania
4.1.1.4. Ayam Kelas Mediterania, merupakan sekelompok ayam yang dikembangkan di daerah Laut
Tengah. Ciri-ciri ayam kelas ini adalah bentuk tubuh ramping, bulu mengembang,
kaki tidak berbulu, dan tergolong kedalam ayam tipe petelur. Suprijatna et al., (2005) bahwa karakteristik
kelas mediterania adalah memiliki bulu mengembang, cuping telinga berwarna
putih, bentuk tubuh ramping, warna kulit, putih, kerabang telur berwarna putih. Rahayu et al. (2013) menyatakan bahwa tanda spesifik
ayam kelas Mediterania adalah badan lebih kecil, produksi telur tinggi, tidak mengeram, kaki tidak berbulu.
4.1.2. Unggas darat
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan dengan materi pengamatan eksterior unggas darat, diperoleh
hasil sebagai berikut:
|
|
|
|
|||||
|
Ayam Jantan
|
|
Ayam
Betina
|
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas,
2015.
Ilustrasi 5. Eksterior Ayam jantan dan betina
Keterangan:
1. Jengger
2. Paruh
3. Cuping hidung
4. Pial
5. Kaki
Berdasarkan pengamatan eksterior ayam diperoleh hasil bahwa
ayam memiliki karakteristik sebagai berikut ayam jantan mempunyai tubuh yang
lebih besar daripada ayam betina, paruh runcing dan kecil, mempunyai jengger,
mempunyai pial, cuping hidung terletak di sebelah mata, sayap menempel dengan
tubuh, kaki yang tidak mempunyai selaput, dan bulu ayam jantan terlihat lebih
bagus serta menarik daripada bulu ayam betina. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang
menyatakan bahwa karakteristik eksterior ayam asli Indonesia sebagian besar
bentuk tubuh ayam jantan lebih besar daripada ayam betina. Menurut Rahayu et al. (2013) unggas darat (ayam)
memiliki jari kaki besar, agak pendek, kaki kuat, susunan jarinya agak kuncup.
4.1.3.
Unggas air
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan dengan materi pengamatan eksterior unggas air, diperoleh hasil
sebagai berikut:
|
|
|
|
|||||
|
Itik
Jantan
|
|
Itik
Betina
|
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas,
2015.
Ilustrasi 6. Eksterior Itik
jantan dan betina
Keterangan:
1. Paruh
2. Leher
3. Dada
4. Sayap
5. Kaki
Berdasarkan
pengamatan eksterior itik
diperoleh hasil bahwa itik jantan memiliki ukuran tubuh yang sedang, memiliki
warna bulu cokelat gelap, paruh berwarna hitam dan bentuknya pipih, kaki itik mempunyai selaput yang
berfungsi membantu saat berenang, sesuai dengan pendapat MansJoer et al. (1989) dalam Suryana (2013) bahwa itik mempunyai
bentuk kaki yang relatif pendek dan ketiga jari kakinya dihubungkan dengan
selaput yang berfungsi untuk pergerakan dalam air. Menurut Murtidjo (1993)
dalam Basuki dan Setyapermas (2013) bahwa itik merupakan jenis unggas yang
hidup di perairan dan menyukai tempat yang berair. Menurut Suharno dan Amri (2010) itik mempunyai
ciri spesifik, yaitu, mempunyai selaput pada kaki yang menghubungkan ketiga
jarinya, serta mempunyai bulu yang tebal dan berminyak sehingga dapat
menghalangi masuknya air ketika berada di dalam air. Perbedaan antara
itik jantan dan betina adalah pada itik jantan bentuk badannya tegak besar
dengan dada berbentuk seperti sampan, sebagian ekor menghadap ke atas,
sedangkan pada itik betina mempunyai badan tidak terlalu tegak dengan bentuk
paruh yang hampir sama dengan itik jantan.
4.1.4. Perbedaan
unggas darat dan air
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data sebagai berikut:
Tabel
1. Perbedaan
unggas darat dan air
|
No
|
Karakteristik
|
Unggas darat
|
Unggas air
|
|
1.
|
Paruh
|
Runcing (Lancip)
|
Pipih
|
|
2.
|
Warna
bulu
|
bervariasi
|
Cenderung
gelap
|
|
3.
|
Bulu
|
Tipis tidak Berminyak
|
Tebal Berminyak
|
|
4.
|
Bentuk
tubuh
|
Mengembang
|
Ramping
|
|
5.
|
Jengger/pial
|
Ada
|
Tidak
ada
|
|
6.
|
Leher
|
Pendek
|
Panjang
|
|
7.
|
Punggung
|
Melengkung
|
Datar/tegak
|
|
8.
|
Kaki
|
Tidak Berselaput
|
Berselaput
|
|
9.
|
Taji/jalu
|
Ada
|
Tidak
ada
|
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2015.
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam memiliki ciri- ciri
yaitu bentuk paruh lancip karena disesuaikan dengan pakan yang dimakan yaitu
berbentuk butiran dan bebijian, mempunyai jengger dan pial di bagian kepala berwarna merah, mempunyai kaki yang tidak berselaput serta bulu yang berminyak,
namun tidak sebanyak pada unggas air. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam memiliki bentuk
paruh lancip, berwarna kuning, warna jengger merah, serta kaki berwarna kuning.
bagian kaki jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik. Itik memiliki
karakteristik paruh besar dan pipih, kaki berselaput, bulu berminyak, tidak
berpial dan tidak berjengger. Hal ini sesuai dengan Suharno dan Amri (2010) yang menyatakan bahwa itik
mempunyai ciri spesifik yaitu mempunyai kaki yang lebih pendek dibanding dengan
tubuhnya, mempunyai selaput pada kaki yang menghubungkan ketiga jarinya, serta
mempunyai bulu yang tebal dan berminyak sehingga dapat menghalangi masuknya air
ketika berada di dalam air.
4.2. Anatomi
dan Identifikasi Ternak Ungga
4.2.1. Sistem pencernaan unggas
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut :
|
|
|||||||||
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015
|
Sumber : WWW.majalahinfovet.com
|
Ilustrasi 7. Anatomi sistem pencernaan itik
Keterangan :
1. Esophagus 6. Seka
2. Tembolok 7. Usus besar
3. Proventrikulus 8.
Rektum
4. Ventrikulus 9.
Kloaka
5. Usus Halus
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan terhadap sistem
pencernaan itik, terdiri dari paruh, esophagus, tembolok, proventrikulus,
ventrikulus, usus halus, seca, usus besar, rektum, dan kloaka. Sesuai pendapat
Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan unggas terdiri dari mulut,
esophagus, crop, proventrikulus, gizzard,
duodenum, usus halus, ceca, rectum dan kloaka. Sedangkan organ asesori terdiri
dari pankreas dan hati. Rasyaf
(1998) dalam Zainuddin et al. (2014)
menyatakan bahwa sistem pencernaan unggas merupakan saluran pencernaan dan
organ-organ pelengkap yang mempunyai peran dalam proses perombakan bahan pakan,
baik secara fisik maupun secara kimia menjadi zat-zat makanan yang mudah
diserap oleh dinding saluran pencernaan.
Berdasarkan
hasil praktikum diperoleh panjang paruh itik betina adalah 6,5 cm dan berat 12
gram. Paruh itik berbentuk pipih dan lebih panjang daripada unggas yang
lainnya, hal ini dikarenakan itik lebih menyukai pakan yang bertekstur lembek
dan berbentuk cair, sehingga bentuk paruhnya pipih dan panjang. Hal ini
dimaksud untuk mempermudah itik mengambil pakannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa bentuk dan tekstur pakan yang dikonsumsi unggas
dapat berpengaruh terhadap bentuk paruh. Yuwanta (2014) menambahkan jika di
dalam paruh unggas terdapat kelenjar saliva yang berguna untuk membasahi pakan
sehingga mempermudah proses penelanan.
Esophagus
pada itik betina masing-masing mempunyai panjang 6 cm dan berat 5 gram.
Esophagus adalah organ yang menghubungkan antara paruh dengan proventikulus,
pada bagian ini tidak terjadi proses pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Isnaeni (2006) bahwa esophagus mempunyai tugas untuk membawa pakan dari mulut
ke lambung dengan bantuan gerakan peristaltik. Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2005) bahwa esophagus berupa pipa tempat pakan melalui saluran ini dari bagian belakang mulut (pharinx) ke proventrikulus.
Tembolok pada itik betina panjangnya adalah 9 cm dan
berat 7 gram. Tembolok pada itik terlihat tidak berkembang daripada ayam. Hal ini terjadi
karena pakan yang dikonsumsi itik teksturnya lembek dan lebih bersifat cait. Berbeda dengan unggas lainnya, yang pakannya berupa biji-bijian dengan tekstur sedikit keras sehingga sebelum ke
proventrikulus, pakan terlebih dahulu berdiam di tembolok agar lebih lunak. Hal ini sesuai dengan Suprijatna
et al., (2005) bahwa tembolok berperan sebagai
tempat penyimpanan pakan, sedikit atau bahkan tidak ada proses pencernaan di
sini, kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut. Menurut Yuwanta (2014) tembolok
itik tidak berkembang sebagaimana pada ayam.
Proventrikulus
pada itik betina adalah 5 cm dan berat 9 gram. Proventrikulus meruapakan
saluran setelah esophagus dan merupakan organ yang mensekresikan protein dan
lemak. Sedangkan gizzard merupakan
kepanjangan dari organ proventrikulus yang berguna sebagai tempat penghancuran
makanan. Hal ini sessuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang
menyatakan bahwa di dalam proventrikulus terjadi sekresi pepsinogen untuk
membantu proses pencernaan protein dan sekresi HCl untuk membantu proses
pencernaan lemak oleh glandular cell.
Anggorodi (1985) dalam
Hapsari (2010) menyatakan bahwa
proventrikulus disebut juga sebagai lambung kelenjar yang mensekresikan enzim
pencernaan untuk membantu terjadinnya proses pencernaan.
Ventrikulus
pada itik betina mempunyai panjang 6,5 cm dan berat 54 gram. Ventrikulus juga
sering disebut sebagai empedal ataupun gizzard.
Ventrikulus berfungsi untuk menggilas pakan atau untuk melakukan pencernaan
secara mekanik. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al.,(2005) bahwa biasanya, gizzard mengandung
material yang bersifat menggiling, seperti grit,
karang dan batu kerikil. Partikel pakan segera digiling menjadi partikel kecil
yang mampu melalui saluran usus. Material halus akan masuk ke gizzard dan keluar lagi dalam beberapa
menit, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di gizzard untuk beberapa jam. Anggorodi (1985)
dalam Hapsari (2010) menyatakan bahwa fungsi utama empedal adalah untuk
menghancurkan dan menggiling makanan kasar.
Duodenum merupakan bagian dari usus
halus yang berada di bagian paling atas. Duodenum berfungsi untuk membantu
kelenjar pancreas untuk mensekresikan enzim pankreatin. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anggorodi (1995) dalam Darmawan (2008) menambahkan bahwa dinding
duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan pH zat pakan yang
masuk, selain itu duodenum merupakan pusat terjadinya lipolisis dalam tubuhHal
ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al.
(2013) yang menyatakan bahwa akan mengalami proses pencernaan lebih lanjut
di duodenum dengan bantuan kelenjar pankreas yang mensekresikan enzim pencernaan
yaitu enzim pankreatin. Reece (2013) menyatakan bahwa duodenum merupakan bagian
pertama dari usus halus, dimana terdapat pencampuran cyme dengan enzim pencernaan dari dalam kelenjar pencernaan.
Jejeunum merupakan bagian dari usus halus yang
memiliki ukuran paling panjang. Jejeunum berfungsi untuk menyerap nutrisi dalam
tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) dalam Darmawan (2008)
yang menyatakan bahwa jejeunum merupakan tempat terjadinya penyerapan nutrien
terbesar dalam tubuh ternak ungags. Frandson et al. (2009) menambahkan bahwa Jejunum merupakan bagian terpanjang
dari usus halus yang mensekresikan mukosa dan submukosa lebuh banyak daripada
bagian yang lain.
Ileum merupakan bagian dari usus halus yang berada di
bagian paling akhir dan berukuran paling pendek diantara bagian usus halus yang
lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) dalam Darmawan (2008)
yang menyatakan bahwa ileum merupakan bagian dari usus halus yang didlamanya
terdapat mikroba. Frandson et al. (2009) menambahkan bahwa ileum merupakan bagian
terpendek dari usus halus Frandson et al. (2009).
Ceka kanan
pada itik mempunyai panjang 12,5 cm sedangkan pada ceka kiri mempunyai panjang
13 cm. Ceka berfungsi untuk mencerna serat kasar yang di konsumsi oleh itik. Di
dalam ceka terdapat pencernaan menggunakan mikroba. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna
et al. (2005) bahwa di dalam ceka terjadi
sedikit penyerapan air dan sedikit karbohidrat, protein dan serat dicerna
berkat bantuan beberapa bakteri mikrobia. Menurut Yuwanta (2014) pada bagian
ceka terjadi pencernaan serat kasar. Kemampuan mencerna serat kasar
pada bangsa itik lebih besar daripada ayam, sehingga ceka itik lebih berkembang
daripada ayam.
Panjang usus besar ayam jantan dan itik jantan adalah
15 cm. Usus besar berbentuk melebar dari saluran usus halus menuju ke kloaka. Panjang
kloaka pada itik betina adalah 2 cm. Kloaka merupakan bagian akhir dari saluran
pencernaan, berbentuk seperti tabung dan merupakan muara pertemuan antara tiga
saluran, yaitu saluran pembuangan (ekskresi), urinaria, dan juga sluran
reprduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) bahwa kloaka merupakan pertemuan bagi tiga buah saluran, yaitu saluran pengeluaran sistem pencernaan, urinari, dan genital atau reprduksi. Frandson et
al. (2009) menyatakan bahwa usus besar terdiri dari 3 bagian yaitu bagian
yang naik, mendatar dan turun yang berakhir di rektum dan anus.
Hati, pankreas dan empedu merupakan organ tambahan atau organ asesori dari
sistem pencernaan pada unggas. Berturut-turut panjang dari hati, pankreas dan
empedu pada ayam jantan dan itik jantan adalah 7 cm, 18 cm , 2 cm dan 7 cm, 11
cm, 3 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa
organ tambahan pada unggas meliputi pankreas, hati dan lien (spleen). Meskipun
dinamakan organ tambahan, namun fungsi organ ini sangat penting untuk
mensekresikan enzim pencernaan. Suprijatna et
al., (2005) menambahkan bahwa hati dan pankreas membantu menghasilkan
sekresi untuk pencernaan meskipun makanan yang masuk tidak melalui organ
tersebut.
4.2.2. Sistem respirasi
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil sebagai berikut :
|
|
|||||
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Terak Unggas, 2015.
|
Sumber : respirasi-aves.html
|
Ilustrasi 8.
Sistem Respirasi Unggas
Keterangan:
1.
laring
2.
trakea
3.
Syrinx
4.
bronkus
5.
paru-paru
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa sistem pernafasan merupakan sistem yang menjelaskan tentang
pertukaran oksigen mulai dari masuknya oksigen dari lubang hidung sampai ke
paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al. (2013) menyatakan bahwa sistem pernafasan ini merupakan
sistem yang menjelaskan tentang
pertukaran oksigen. Sistem pernafasan pada ungggas meliputi lubang hidung,
laring, trakea, bronkus dan paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna
et al. (2005) yang menyatakan bahwa
anatomi pernafasan meliputi laring, trakea,
bronchi, paru-paru dan kantong udara
Laring adalah alat pernafasan setelah lubang hidung,
laring dikenal dengan namalain pangkal tenggorokan. Laring berfungsi untuk
menyalurkan udara dari lubang hidung ke trakea, dan mencegah adanya makanan
yang masuk ke dala paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al.
(2013) yang menyatakan bahwa laring dikenal dengan sebutan pangkal
tenggorokan, karena letaknya yang berada di pangkal tenggorokan, laring akan
mencegah bila ada makanan yang akan masuk kedalam trakea. Suprijatna et al. (2005) menambahkan bahwa . laring
merupakan organ respirasi ungags yang terletak didepan trakea, dimana laring
inilah yang akan menghubungkan udara yang dihirup oleh ternak yang masuk dari lubang hidung ternak menuju
ke trakea. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al. (2013) yang
menyatakan bahwa laring dikenal dengan sebutan pangkal tenggorokan, karena
letaknya yang berada di pangkal tenggorokan, laring akan mencegah bila ada
makanan yang akan masuk kedalam trakea. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat
Yudha (2014) yang menyatakan bahwa laring akan menutup jika ada makanan yang
akan masuk ke oesphagus, sehingga tidak ada makanan yang dapat masuk ke dalam
paru-paru.
Trakea merupakan organ respirasi yang menghubungkan
laring dengan bronkus. Trakea akan menyaring udara yang akan masuk kedalam
paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa trakea dikenal batang
tenggorokan yang merupakan organ respirasi pada ungags yang terletak diantara
laring dan bronkus, trakea inilah yang mengatur keluar masuknya udara dari dan
ke paru-paru. Rahayu et al. (2013)
menambahkan bahwa fungsi trakea adalah untuk menyaring udara yang masuk sebelum
menuju ke paru-paru, trakea akan mennyalurkan udara yang masuk, sehingga udara
dapat sampai ke paru-paru.
Syrinx merupakan oragan pernafasan pada unggas yang
terletak diatas bronkus yang berfungsi untuk tempat penghasil suara dan tempat
keluar masuknya udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) menyatakan bahwa Syrinx
merupakan bagian dari organ pernafasan yang berfungsi sebagai jalan keluar dan
masuknya udara yang dihirup oleh ternak. Prawira (2014) menambahkan bahwa
fungsi lain dari syrinx merupakan oragan yang akan menghasilakan suara yang
berasal dari tekanan udara.
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Brokus akan
menyalurkan udara dari trakea ke paru-paru. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa bronkus ada 2 yaitu bronkus kanan
yang menghubungkan paru-paru bagian kanan, bronkus kiri yang menghubungkan
paru-paru bagian kiri. Rahayu et al.
(2013) menambahkan bahwa bronkus merupakan percabangan dari tenggorokan yang
menghubungkan trakea dengan paru-paru, broknkus terdiri dari tulang rawan dan
otot polos, dimana bronkus ini tempat jalan raya pertukaran gas, dimana oksigen
akan menuju paru-paru sedangkan karbondioksida meninggalkan paru-paru.
Paru-paru merupakan oragn utama dalam
sistem pernafasan. Fungsi paru-paru dalam unggas berbeda dengan mamalia. Fungsi
paru-paru pada ungags berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran gas, dan
paru-paru tidak ikut berkontraksi, karena unggas tidak memiliki diafragma.
Rahayu et al. (2013) yang menyatakan
bahwa paru-paru merupakan organ respirasi yang digunakan sebagai tempat
pertukaran gas O2 yang diikat oleh darah. Suprijatna et al. (2005) menambahkan bahwa saat
pertukaran oksigen paru-paru tidak ikut berkontraksi karena unggas tidak memiliki diafragma seperti
pada mamalia. Yudha (2014) menyatakan bahwa paru-paru ayam berukuran kecil dan
tidak dapat mengembang, berjumlah sepasang dan terletak didalam rongga dada,
setiap paru-paru memiliki bronkus
yang setiap ujungnya menuju ke kantung kecil yang sering disebut dengan alveoli.
4.2.3. Sistem reproduksi unggas
Berdasarkan
praktikum diperoleh hasil sebagai berikut :
|
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Ilustrasi 9. Gambar sistem reproduksi
itik
Keterangan :
Reproduksi Jantan Reproduksi Betina
1.Testis 5.
Ovaruium
2.Vas diferens 6. Magnum
3.Urethra 7.
Isthmus
4.Kloaka 8.
Uterus
9.
Vagina
10.Kloaka
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa saluran reproduksi itik
betina yaitu ovarium, oviduk yang terdiri atas infudibulum, magnum, isthmus selanjutnya uterus, vagina,
kloaka. Terdapat dua ovarium namun hanya sebelah kiri yang berkembang. Dalam
ovarium terdapat bulatan-bulatan disebut folikel. Folikel itik berwarna
keputihan sedangkan pada ayam berwarna kekuningan. Hal ini sesuai
pendapat Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa Oviduk memiliki sistem penyediaan darah yang baik dan
memiliki dinding-dinding otot yang hampir selalu bergerak ketika proses
pembentukan telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa pada
unggas yang belum dewasa, ovarium dan oviduknya adalah kecil dan belum
berkembang. Perkembangan folikel-folikel ovarium dirangsang oleh follicle stimulatinghormone (FSH) dari
kelenjar ptiutari anterior. Oviduk memiliki beberapa bagian, yaitu
infundibulm, magnum dan isthmus, ke tiga bagian tersebut terus bergerak
dalam membentuk telur.
Infundibulum itik betina yang digunakan dalam praktikum tidak
dapat diidentifikasi karena itik belum pernah bertelur sehingga infundibulum
belum berkembang. Infundibulum merupakan salah satu organ reproduksi betina
yang terletak di dekat ovarium. Infundibulum berfungsi menangkap sel telur yang
sudah matang serta tempat terjadi nya fertilisasi. Menurut Reece (2009)
menjelaskan bahwa infundibulum juga menjadi lokasi dimana fertilisasi akan
terjadi karena diasumsikan bahwa spermatozoa tidak akan mampu menembus oosit
setelah mulai ditutupi oleh albumen. Horhoruw (2012) menyatakan bahwa
infundibulum merupakan tempat untuk menangkap ovum atau yolk yang telah
mengalami ovulasi. Magnum pada itik betina yang digunakan dalam praktikum
sangat pendek. Magnum adalah tempat ovum diselimuti lapisan tipis putih telur..
Hal ini sesuai dengan pendapat Flanders dan Gillespie (2015) bahwa lapisan tipis putih telur
disekresikan di magnum, butuh waktu sekitar 3 jam untuk lapisan ini menyelimuti
ovum. Magnum juga mensekresikan kalsium.
Isthmus merupakan saluran reproduksi yang terdapat pada
oviduct setelah infundibulum dan magnum. Isthmus berperan dalam pembentukan
putih telur yang sebelumnya kuning telur diproduksi oleh ovarium kemudian
ditangkap oleh infundibulum dan dilanjutkan ke magnum dan isthmus. Sesuai
dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa dalam
pembentukan telur, isthmus berhubungan dengan magnum, uterus dan vagina dalam
pembentukan albumin atau putih telur. Horhoruw (2012) menambahkan bahwa uterus
dalam reproduksi pembentukan telur berperan dalam sekresi membran cangkang.
Uterus
merupakan bagian dari sistem reproduksi pada itik betina yang berfungsi sebagai
tempat pembentukan kerabang telur. Kerabang keras yang terbentuk akibat dari
penambahan kalsium elalui proses osmosis. Proses pembentukan kerabang telur
terjadi paling lama yaitu 18-20 jam. Sesuai dengan pendapat Bell dan Weaver
(2002) dalam Wulandari (2010) yang menyatakan bahwa uterus berfungsi untuk
menghasilkan kelanjar kerabang dan panjang berkisar dari 10 hingga 12 cm pada
ayam yang sedang bertelur. Telur yang sedang berkembang berada dalam uterus
selama lebih kurang 18 hingga 20 jam. Diperkuat dengan pendapat Latifa (2007) dalam Nurliana
(2013) yang menyatakan
bahwa pembentukan kerabang
telur membutuhkan suplai ion kalsium yang cukup ke kelenjar uterus. Keberadaan
ion karbonat dalam kelenjar uterus dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk
membentuk kalsium karbonat dalam kerabang telur.
Vagina merupakan saluran reproduksi yang memiliki bagian yang elastis
serta berfungsi sebagai perenima sperma dan oviposisi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Afiati et al. (2013) yang menyatakan bahwa fungsi
vagina adalah untuk menyimpan sprematozoa dari pejantan dan oviposisi.
Pengukuran panjang vagina adalah 6,7 cm, dengan berat 4,03 gram, perkembangan
vagina dapat dipenharuhi oleh hormon estrogen,hasil tersebut tidak berbeda
nyata dengan yang dilaporkan oleh Horhoruw (2012) bahwa rata-rata panjang
vagina dari unggas adalah 7,07 cm dengan berat sekitar 4,28 gram.
Kloaka merupakan saluran reproduksi yang terletak paling luar, panjang
kloaka pada unggas betina adalah 2,5 cm. Reece et al. (2013) menyatakan bahwa kloaka merupakan alat reproduksi
yang berada dibagian paling luar, selain sebagai organ reproduksi, kloaka juga
berfungsi sebagai organ pencernaan dan organ urinari. Kloka dapat menjadi
indikator kesehatan ternak, ternak yang sehat memiliki kloaka yang bersih serta
tampak berminyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2013) yang menyatakan
bahwa kloaka pada unggas
yang sehat memiliki ciri bersih, tampak besar, tidak ada kotoran pada bulu
sekitar anus dan terlihat seperti berminyak pada daerah kloaka.
Berdasarkan hasil praktikum, urutan organ reproduksi
jantan dimulai dari tertes, vas diferens, ureter dan kloaka. Testes merupakan
organ reproduksi unggas jantan tempat pembentukan sperma dan sekresi hormon
reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Piraksa dan Bebas (2009) menyatakan testes merupakan organ reproduksi unggas yang berfungsi untuk meghasilkan
sperma, dimana testes yang baik dan normal akan menghasilkan sperma dengan kualitas yang baik, sehingga
memperoleh keturunan yang baik pula. Isnaeni et al. (2009) menambahkan
bahwa fungsi lain dari testes adalah untuk perkembangan ciri-ciri
kelamin sekunder, dan pengaktifan organ serta pemasakan spermatozoa dalam
saluran epididymis.
Vas deferen merupakan saluran yang menghubungkan sperma dari testis menuju
ureter dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan seperma sementara. Hal ini
sesuai dengan pendapat Johari
et al. (2009) menyatakan vas deferens adalah saluran reproduksi
ternak jantan yang melekat disepanjang permukaan ginjal yang berfungsi sebgai tempat penyimpanan
spermatozoa sebelum diejakulasikan. Fadilah dan Polana, (2011) menambahkan vas deferens merupakan organ reproduksi yang merupakan pelebaran
dari epididimis, didalam vas deferens sperma disimpan sebelum diejakulasikan.
Ureter merupakan bagian dari organ reproduksi unggas
jantan yang berfungsi sebagai alat penghubung sperma dan urin sebelum
disekresikan. Hal ini sesuai denan pendapat Frandson et al. (2009) menyatakan ureter merupakan saluran yang
berfungsi menghubungkan spermatozoa dan urin yang akan disalurkan menuju kloaka. Suprijatna et al. (2005) menambahkan bahwa urin yang telah melaluiproses filtrasi, reabsorbsi
dan augmentasi didalam ginjal, akan disalurkan menuju kloaka melalui saluran
penghubung antara ginjal dan kloaka yaitu ureter.
Kloaka merupakan sluran akhir dari organ reproduksi dan sebagai tempat
keluarnya urin, feses dan telur. Hal ini sesuai pendapat Frandson et al. (2009) kloaka terdapat ditiga bagian yang
disebut sebagai ring fold, yaitu bagian
kloaka yang membentuk lingkaran tersusun atas otot mukosa, bagian akhir dari
kolon yang disebut coprodeum, serta
bagian yang meluas yang disebut urodeum. Ciri
ciri unggas yang sehat dapat dilihat dari kloakanya, yaitu bersih dan tidak aa
kotoran yang menempel pada bulu. Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2013) kloaka pada unggas yang sehat memiliki
ciri bersih, tampak besar, tidak ada kotoran pada bulu sekitar anus dan
terlihat seperti berminya pada pada kloaka.
4.2.4. Sistem Urinari
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai
berikut :
|
|
|||
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas,
2015
|
|
Ilustrasi 10. Gambar sistem urinary itik
Keterangan :
1.ginjal
2.ureter
3.kloaka
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa sistem urinari pada
ternak unggas terdiri dari ginjal, ureter dan kloaka. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa Sistem urinari merupakan suatu
sistem pengeluaran cairan-cairan dari dalam tubuh yang sudah tidak dibutuhkan yang dimulai dari
ginjal, ureter dan kloaka. Urin yang dikeluarkan melalui sistem urinasi
merupakan cairan hasil metabolisme yang harus segera dibuang. Hal ini sesuai
pendapat Reece et al. (2013) yang
menyatakan bahwa proses urinari terjadi proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
serta membantu mengkontrol komposisi cairan dalam tubuh.
Ginjal
merupakan organ urinari yang memiliki jumlah satu pasang seperti kacang.
Struktur ginjal terdiri dari korteks dengan jutaan alat penyaring (nefron).
Setiap nefron terdiri atas badan Malpighi (badan renalis) dan tersusun dari
kapsul Bowman dan glomerulus. Medulla membawa filtrat dari nefron menuju pelvis
yaitu sebagai tempat berkumpulnya saluran pengumpul untuk menyatu dan
bersambung ke ureter. Didalam ginjal terjadi proses filtrasi pada kapula
bowman, kemudian reabsorbsi pada tubulus kontortus proksimal. Hal ini sesuai
pendapat Reece et al (2013) bahwa
tubula proksimal dan distal semua memberi kontribusi terhadap reabsorbsi, augmentasi
pada tubulus kontortus distal. Fungsi ginjal sebenarnya adalah untuk menjaga
keseimbangan tubuh dengan
mengelurkan urin dari dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine.
Ureter merupakan
2 saluran pipa yang menghubungkan antara ginjal dan vesika urinari. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding
luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), Lapisan
tengah otot polos, lapisan
sebelah dalam lapisan mukosa, lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan tiap 5 menit sekali yang akan mendorong
air kemih masuk ke vesika urinari. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa setelah terjadi proses filtrasi,
reabsorbsi dan augmentasi didalam ginjal, urin akan disalurkan menuju kloaka
melalui saluran penghubung antara ginjal dan kloaka yaitu ureter. Reece
et al. (2013) melaporkan bahwa urin
yang berasal dari ginjal akan disalurkan menuju vesika urinari melalui ureter.
Kloaka
merupakan saluran akhir dari sistem urinari. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna
et al (2005) yang menyatakan bahwa
urin unggas akan dikeluarkan oleh kloaka bersamaan dengan asam urat yang
bercampur feses yang disebut dengan ekskreta yang memiliki warna putih. Didalam
kloaka masih terjadi proses reabsorbsi air yang ada pada urin dan feses. Reece et al (2013) menyatakan bahwa didalam
kloaka terdapat epithel yang fungsinya sebagai penyerapan kembali air yang
terkandung dalam feses maupun urin sebagai cara penghematan air yang ada
didalam tubuh ternak.
4.2.5.
Identifikasi Penyakit Unggas
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat
diketahui bahwa itik dalam kondisi normal dan tidak terjangkit penyakit. Hal
tersebut dapat dilihat dari organ dalam dan organ luar yang normal. Organ luar
terlihat dari paruh, mata yang tidak mengeluarkan lendir,
badan tegak dan tidak lesu, pada organ dalam, tidak ditemukannya gejala
penyakit. Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkan oleh Suharno dan Amri
(2010) yang menyatakan bahwa itik yang sehat mempunyai kepala yang bersih,
segar, ukuran badan normal, kaki kuat, sayap mengatup simetris pada tubuh dan
aktif. Wakhid (2013) menambahkan bahwa itik yang sehat dapa dilihat dari mata
yang cerah dan bersinar, terlihat aktif dan lincah, bulunya mengilap dan halus,
serta tubuh yang tegak dan ramping. Beberapa penyakit yang biasa menyerang
unggas antara lain AI, tetelo (New
disease), kolera dan coryza.
4.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, formulasi ransum ternak unggas dapat diamati pada
Tabel 2 dan 3 berikut ini:
Tabel 2. Hasil Organoleptik Bahan
Pakan
|
No
|
Bahan Pakan
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Warna
|
Bau
|
|
1.
|
Jagung
|
Crumble
|
Kasar
|
Kuning Orange
|
Khas
|
|
2.
|
Bekatul
|
Mash
|
Kasar
|
Kuning Keabuan
|
Khas
|
|
3.
|
Bungkil Kedelai
|
Crumble
|
Kasar
|
Kuning Kecoklatan
|
Khas
|
|
4.
|
Tepung Ikan
|
Mash
|
Halus
|
Coklat
|
Khas
|
|
5.
|
MBM
|
Mash
|
Agak Kasar
|
Coklat Bata
|
Khas
|
|
6.
|
PMM
|
Mash
|
Agak Halus
|
Coklat
|
Khas
|
|
7.
|
Premix
|
Mash
|
Halus
|
Putih kekuningan
|
Khas
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2015.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa jagung merupakan
sumber energi yang memiliki bentuk crumble (pecahan), bertekstur kasar,
berwarna kuning orange, dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendspat Nelwida
(2009) yang menyatakan bahwa jagung merupakan bahan pakan
sumber energi untuk
ternak unggas,
dimana penggunaan jagung dalam ransum sampai 50%, namun kebutuhan jagung untuk
pakan ternak sekarang kondisinya bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusai.
Hal tersebut diperkuat denganpendapat Irawan et al. (2012) yang menyatakan bahwa jagung memiliki enerrgi
metabolisme yang cukup tinggi yaitu sebesar 3.370 kkal/kg, sedangkan kandungan
protein kasarnya sebesar 7,36%, kandungan air nya sebesar 16,81%, kadar abu
sebsar 0,97%, kadar lemak kasar 2,83%, dan kadar serat kasar sebesar 4,81%.
Bekatul
merupakan sisa penggilingan padi yang dapat dimanfatkan untuk pakan ternak.
Bekatul berbentuk mash (tepung), bertekstur kasar, berwarna kuning keabuan, dan
berbau khas. Bekatul adalah bahan pakan sumber energy karena memeiliki energi
metabolis yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan et al. (2012) yang menyatakan bahwa
bekatul berasal dari sisa penggilingan padi yang dalam kering udara mengandung
protein kasar sebesar 10,55%, air sebesar 11,45%, lemak kasar sebesar 14,07%
dan serat kasar sebesar 28,7%. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Ayu et al. (2012) yang menyatakan bahwa
bekatul sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri yang dapat menghasilkan
enzim khususnya bakteri selulotik.
Bungkil
kedelai merupakan kedelai yang telah dihilangkan kandungan minyaknya, kemudian
digunakan untuk pakan ternak. Bungkil kedelai merupakan pakan ternak dengan
komposisi protein yang tinggi. Bungkil kedelai berbentuk crumble (pecahan),
bertekstur kasar, berwarna kuning kecoklatan, dan berbau khas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Uhi (2006) yang menyatakan bahwa bungkil kedelai bertekstur
kasar dan berwarna kecoklatan. Bungkil kedelai biasanya digunakan sebagai bahan
campuran pakan unggas, dengan kadar protein dapat mencapai 50%. Irawan et al. (2012) menambahkan bahwa bungkil
kedelai memiliki kandungan protein kasar sebesar 44,15%, sedangkan air 12,43%,
lemak kasar 2,43% dan serat kasar sebesar 2,27%, bungkil kedelai diambil dari
kedelai yang telah diambil minyaknya.
Tepung
ikan merupakan pakan sumber protein tinggi. Tepung ikan berbentuk mash
(tepung), bertekstur halus, berwarna coklat, dan berbau khas. Menurut Suharno
dan Amri (2010) tepung ikan mengandung kalsium dan fosfor yang sangat penting
untuk itik petelur. Energi metabolisme tepung ikan antara 2640 – 3190 kkal/kg.
Penggunaan tepung ikan dalam ransum sebesar 4 – 8% dari total formula ransum
yang diformulasikan. Irawan et al. (2012) menyatakan bahwa tepung ikan
merupakan bahan pakan sumber protein yang berasal dari limbah ikan, dimana
tepung ikan ini berbau amis, dan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
yaitu sebesar 60,67%, lemak kasar sebesar 8,20% dan serat kasar sebsar 6,03%.
MBM
sering disebut dengan (Meat Bone Meal).
MBM berbentuk mess (tepung), bertekstur agak kasar, berwarna coklat bata, dan
berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Margi (2013) yang menyatakan bahwa
MBM merupakan kepanjangan dari Meat Bone
Meal atau tepung daging beserta tulangnya, MBM meruapakan pakan sumber
protein yangberasal dari hewan dimana MBM ini dapat menyumbang kandungan Ca dan
P yang cukup tinggi, dan dapat digunakan sampai 7% dalam ransum. Hal terebut
diperkuat dengan pendapat Wuryadi (2013) yang menyatakan bahwa memiliki energi
metabolis sebesar 1.985 kkal/kg, protein kasar sebesar 50%, lemak kasar sebesar
10%, dan serat kasar 2,5%.
PMM (Poultry Meat Meal) merupakan bahan pakan
yang merupakan sumber mineral, Poultry Meat Meal (PMM) memiliki bentuk mess
(tepung), bertekstur agak halus, berwarna coklat, dan berbau khas. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Irawan et al. (2012) yang
menyatakan bahwa PMM merupakan bahan
pakan sumber protein yang memiliki kandungan
energi metabolis sebesar 2679 kkal/kg, protein kasar sebesar 50,41%,
lemak kasar sebesar 7,02% dan serat kasar sebesar 6,37%, PMM kepanjangan dari
(Poultry Meat Meal), berasal daging ayam. Nastiti (2012) menambahkan bahwa Protein Meat Meal (PMM) berbentuk tepung (mash), dengan tekstur halus.
Premix
merupakan bahan pakan sumber mineral, biasanya digunakan sebagai bahan pakan
tambahan dalam ransum. Premix berbentuk
mess (tepung), bertekstur halus, berwarna putih kekuningan, dan berbau khas.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santa (2005) yang menyatakan bahwa Premix, merupakan bahan pakan sumber
mineral yang berfungsi untuk memelihara kesehatan tubuh. Premix berbentuk
tepung dan berwarna agak kekuningan. Penggunaan premix dalam ransum maksimal
sebesar 1%. Noferdiman (2012) yang menyatakan bahwa premix merupakan bahan pakan yang memilki kandungan kalsium sebesar
5,38% dan posfor sebesar 1,14%.
Tabel
3. Formulasi Ransum (sesuai bagian masing–masing)
|
No
|
Bahan Pakan
|
Komposisi
(%)
|
PK Bahan
Pakan (%)
|
EM Bahan
Pakan (%)
|
Harga
Bahan Pakan (Rp/kg)
|
PK Ransum
(%)
|
EM Ransum
(%)
|
Harga
Ransum
|
|
1.
|
Jagung
|
54,9
|
8,6
|
3.370
|
4.000
|
4,72
|
1850,13
|
2.196
|
|
2.
|
Bekatul
|
21,8
|
12
|
2.860
|
4.000
|
2,62
|
623,48
|
872
|
|
3.
|
Bungkil Kedelai
|
13,4
|
48
|
2.240
|
8.100
|
6,43
|
300,16
|
1.085,4
|
|
4.
|
Tepung Ikan
|
4,4
|
63,6
|
2.830
|
7.200
|
2,80
|
124,52
|
316,8
|
|
5.
|
MBM
|
2
|
50,4
|
2.150
|
10.000
|
1,01
|
43
|
200
|
|
6.
|
PMM
|
2,5
|
54,75
|
2.010
|
12.200
|
1,37
|
50,25
|
305
|
|
7.
|
Premix
|
1
|
-
|
-
|
8.500
|
-
|
-
|
85
|
|
|
Total
|
100
|
|
|
|
18, 95
|
2991,54
|
5.060,2
|
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2015.
Berdasarkan Praktikum yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa formulasi ransum untuk itik fase starter
membutuhkan PK (Protein Kasar) sebesar 18% dan EM (Energi Metabolis) sebesar
2900 kkal. Penyusunan ransum menggunakan metode trial and error (metode coba-coba) yaitu dengan cara memilih bakan
pakan dan mencoba-coba komposisi masing-masing bahan pakan sampai komposisi
semua bahan pakan berjumlah 100% dengan tetap memperhatikan kandungan protein
kasar dan energy metabolisme yang dibutuhkan itik dapat tercukupi dengan harga
yang semurah mungkin. Sinurat (2000) dalam Nugraha et al. (2012) menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi itik periode
produksi telur yang utama adalah kadar protein ransum sebesar 17-19% dan
tingkat energi metabolis sebesar 2.900 kkal/kg. Wakhid (2013) menambahkan bahwa
ransum yang diberikan pada itik harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi nya. Itik
dengan periode strarter membutuhkan pakan dengan kandungan protein sebesar 18%
dan energi metabolisme sebesar 2.900 kkal.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat
disimpulkan bahwa unggas dapat dibedakan menjadi empat kelas, yaitu kelas
inggris, amerika, mediterania dan asia. Contoh unggas darat diantaranya, yaitu
ayam dan puyuh, sedangkan contoh unggas air, yaitu itik. Sisitem pencernaan
unggas terdiri dari mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus,
usus halus, seka, usus besar dan kloaka. Sisitem respirasi unggas terdiri dari
lering, trakea, bronkus dan paru-paru. Sistem reproduksi unggas betina terdiri
dari ovarium, infunibulum, magnum, ismus, uterus dan kloaka. Sistem urinari
unggas terdiri dari ginjal, ureter dan kloaka. Tidak terdapat penyakit pada
itik betina pada saat diamati. Formulasi ransum menggunakan tuju bahan pakan,
yaitu bekatul, jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, MBM, PMM dan premix.
5.2. Saran
Supaya dalam pelaksanaan praktikum data
yang akan digunakan dalam laporan dijelaskan juga oleh asisten, agar dalam
penyusunan laporan para praktikan tidak binggung dan kesusuhan.
Afiati, F., Herdis dan S. Said.
2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi
Buatan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Buatan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Akoso,
B. T. 2007. Penyakit Menular pada Hewan dan Manusia. Kanisius, Yogyakarta.
Aman, M. Y. 2010. Ayam Kampung
Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anang,
A dan Suharyanto. 2007. Panen Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Andriyanto, R. Arif., M.
Miftahurrohman., Y. S. Rahayu., E. Chandra., A. Fitrianingrum., R. Anggraeni.,
D. N. Pristihadi., A. A. Mustika, dan W. Manalu.
2014. Peningkatan produktivitas ayam petelur melalui pemberian ekstrak etanol
daun kemangi. J. Veteriner 15 (2) : 281 - 287.
Ariyanti,
T dan Supar. 2007. Pengendalian coryza infeksius pada ayam. Wartazoa 17 (4): 185-191.
Ayu,
Dyah. S., Akhyunul, J dan Anik, M. 2012. Kinetika reaksi enzimatis ekstrak kasar enzim selulase bakteri selulotik hasil isolasi
dari bekatul. J. Alchemy 2(1) :
34-35.
Basuki, S dan M.N. Setyapermas. 2012. Pemanfaatan
cuaca ekstrim dengan pembesaran itik dalam sistem usaha tani padi (studi kasus
di Kabupaten Brebes). Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi 1 – 7.
Darmana, W. dan M.
Sitanggang. 2004. Meningkatkan Prduktivitas Ayam Arab Petelur. AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
Fadila, R dan Polana, A. 2011. 71 Mengatasi Penyakit Pada Ayam. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Fadilah, R. 2013.
Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur.
PT AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
Pustaka, Jakarta.
Flanders, F. R. dan J. R.
Gillespie. 2015. Modern Livestock and Poultry Production. Ninth Edition.
Delmar, New York.
Frandson, R.D., W.L. Wilke and A.D.
2009. Fails. Anatomy and Physiology Farm
Animals, Seventh Edition. Wiley Blackwell, Colorado.
Animals, Seventh Edition. Wiley Blackwell, Colorado.
Hapsari, R.R. 2010.
Pemanfaatan tepung limbah tempe fermentasi sebagai substitusi jagung terhadap
daya cerna protein kasar dan bahan kering ayam pedaging jantan. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. [Skripsi].
Horhoruw, W. M. 2012. Ukuran
saluran reproduksi ayam petelur fase pullet yang diberi pakan dengan campuran
rumput laut (Gracilaria edulis).
Agrinimal 2 (2) : 75 – 80.
Irawan, I., Sunarti, D. dan Mahfudz, L. D. 2012. Pengaruh pemberian pakan
bebas pilih terhadap kecernaan protein burung puyuh. J. animal Agriculture. 1 (2) : 238 – 245
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Isnaeni,
W. Fitriyah, A. dan Setiyani, N. 2009. Studi penggunaan prekursor steroid dalam
pakan terhadap kualitas reproduksi burung puyuh jantan. Laporan Penelitian
Hibah Bersaing Tahun II. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Jahan, M. S., M. Asaduzzaman
and A. K. Sarkar. 2006. Performance of broiler fed on mash, pellet and crumble.
Int. J. Poultry Sci. 5 (3) :
265-270.
Johari, S., Ondho, Y. S., Wuwuh, S., Henry, Y. B. dan Ratnaningrum. 2009.
Karakteristik dan kualitas semebn berbagai galur ayam kedu. Seminar Nasional
Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Kholis,
S dan Sitanggang, M. 2008. Ayam Arab dan Pocin Petelur Unggul. AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
Margi,
D. S. 2013. Pakan Itik Pedaging dan Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mito dan M. T. Johan. 2011.
Pembesaran Bebek 2 Bulan Panen. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Mito
dan M. T. Johan. 2011. Pembesaran Bebek 2 Bulan Panen. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Nastiti,
R. 2012. Menjadi Milyader Budidaya Ayam Broiler. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.
Nelwida. 2009. Efek penggatian jagung dengan biji alpukat yang direndam
panas dalam ransum terhadap retensi bahan kering, bahan organic dan protein
kasar pada ayam broiler. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 12 (1) : 50 – 56.
Noferdiman. 2012. Efek
penggunaan azolla microphylla fermentasi sebagai pengganti bungkil kedele dalam
ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler. J. Penelitian. 14 (1) : 49 – 56.
Nugraha,
D., U. Atmomarsono, dan L. D. Mahfudz. 2012. Pengaruh penambahan eceng gondok (Eichornia crassipes) fermentasi dalam
ransum terhadap produksi telur itik tegal. J Animal Agricultural 1 (1) : 75 – 85.
Nurliana, Razali, dan C. Fani. 2013. Efek pemberian pakan yang mengandung ampas
kedelai terfermentasi aspergillus niger terhadap ketebalan kerabang telur ayam
kampung (Gallus domesticus). J.
Medika Veterinaria 7 (2) : 64 – 66.
Piraksa, I. W. dan Bebas, W.
2009. Pengaruh penyuntika ekstrak hipofisi terhadap berat testes, gambaran
mikroskopis testes dan kualitas semen ayam hutan merah (Galus galus). Buletin Veteriner Udayana. 1 (1) : 13 -19.
Prawira, A.Y. 2014. Struktur
Anatomi Syrinx pada Ayam Hutan. Universitas Hasanudin, Makassar.
[Skripsi].
Putranto, H.D. 2011. Pengaruh
suplementasi katuk terhadap ukuran ovarium dan oviduk serta tampilan produksi
telur ayam Burgo. J. Sain Peternakan Indonesia 6 (2) : 103 – 114.
Rahayu, I. Sudaryani, T. Santosa, H. 2013. Panduan
Lengkap Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf,
M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Reece, J.B., L.A. Urry., M.L. Cain, S.A. Wasserman.,
P.V. Minorsky and R.B.
Jackson. 2013. Campbell Biology. Tenth Edition. Pearson Education Inc,
California.
Jackson. 2013. Campbell Biology. Tenth Edition. Pearson Education Inc,
California.
Reece, W. O. 2009.
Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animal. Fourth Edition.
Wiley-Blackwell, Singapore.
Retnani, Y, . Putra, E. D.
dan Herawati, L. 2011. Pengaruh taraf penyemprotan air dan lama penyimpanan
terhadap daya tahan ransum broiler finisher berbentuk pellet. J. Agripet 11 (1) : 10 – 15.
Retnani, Y.,Herawati, L. DAN
Khusniati, S. 2011. Uji sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble berperekat tepung tapioca,
bentonite dan onggok. J. Ilmu Tanaman Pakan 1 (2) : 88 – 97.
Santa. 2005. Beternak Itik Petelur. PT Musi Perkasa Utama,
Jakarta.
Sturkie, P. D. 2012. Avian
Physiology. Fourth Edition. Springer-Verlag, New York.
Suci, D. M. 2013. Pakan
Itik,. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudarmono, A.S. 2007.
Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius, Yogyakarta.
Sugiharto, R.E. 2005.
Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Suharno,
B dan K. Amri. 2010. Panduan Beternak Itik secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno, B dan K. Amri.2010.
Panduan Beternak Itik secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sunarso dan M. Christiyanto.
2011. Manajemen Pakan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Suprijatna, E., U.
Atmomasmoro., R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar
Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Supriyadi,
M.M. 2010. Beternak Hibrida Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Supriyadi. 2014. Itik
Petelur Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suryana. 2013. Pemanfaatan keragaman
genetik untuk meningkatkan produktivitas itik alabio. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Selatan. J. Litbang Pertanian 32 (3) : 100 - 111.
Triyastuti, A. 2005. Pengaruh Penambahan Enzym Dalam Ransum Terhadap
Performan Itik Lokal Jantan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. [Skripsi].
Uhi,
H. T. 2006. Perbandingan suplemen katalik dengan bungkil terhadap penampilan
domba. J. Ilmu ternak 6 (1) : 1 – 6.
Wakhid, A. 2010. Buku Pintar
Beternak Dan Bisnis Itik. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Wakhid,
A. 2013. Super Lengkap Beternak Itik. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Wibowo,
M. H., T. Untaro dan A. E. T. H. Wahyuni. 2012. Isolasi, identifikasi, sifat fisik, dan biologi
virus tetelo yang diisolasi dari kasus lapangan. J. Veteriner 13
(4): 425- 433.
Widyawati, D. K. dan Zuriati. 2009. Teknologi
formulasi ransum menggunakan program visual basic 6.0. J. Ilmiah Esai 3 (1) : 388 – 408.
Wiesje,
M. H. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet yang
diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria edulis).
J. Agrinimal 2 (2):75-80.
diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria edulis).
J. Agrinimal 2 (2):75-80.
Wulandari R, B. 2010.
Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp pada
Telur dan Saluran Reproduksi Ayam Petelur di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur
Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [Skripsi].
Wuryadi, S. 2013. Beternak
Puyuh. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Yaman,
A. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 minggu Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yudha, A. P. 2014. Struktur anatomi syrinx pada ayam
ketawa. Universitas Hasanudin, Makasar. [Skripsi].
Yuwanta, T. 2014. Dasar
Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Zainuddin.
2014. Studi kasus kolera unggas ayam broiler pada usaha ternak masyarakat di banda aceh secara patologi. J. Medika
Veterinaria. 8 (1): 56-59.
Zainuddin., D. Masyitha., Y. Mulyana, dan Fitriani. 2014. Struktur
histologi tembolok (ingluvies) pada unggas. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Syiah Kuala, Aceh. J. Medika Veterinaria. 8 (1) : 47-50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar